Sabtu, 23 Agustus 2008

puisi 3

PENGUMUMAN


pengumuman diumumkan bahwa pengumuman ini diumumkan untuk umum dan bilamana terjadi perkara perkara yang masih diumumkan hendaklah bila perkara tersebut diumumkan dari perkara yang tersebut di atas, demikian bunyi pengumuman:
apabila cerita ini terlihat mengawali atau meniru maka selebihnya dari yang telah disebutkan pada permulaan bahwa cerita yang akan ditampilkan hanya rekayasa atau tidak selebihnya fiktif belaka

nama-nama tokoh dan pemeran tidak melebihi karakter sebenarnya namun bila terjadi perkara kemiripan maka tanggung jawab kesamaan perkara tersebut kami haturkan bahwa tidak ada hubungan sedikitpun selain tanggung jawab yang mempunyai diri

perkara yang diumumkan tersebut sudah didewankan dalam beberapa hal:

menimbang, memperhatikan, menetapkan dan memutuskan daripada pengumuman yang kami umumkan kepada pihak-pihak umum akan segera menampilkan sebuah pertunjukan yang telah kita ketahui sebelumnya adalah persial inti dari seni pengolahan jiwa dalam rangka pemahaman diri

nah
pihak umum sekalian marilah bersama-sama kita menonton cerminan jiwa lewat kaca diri sebelum kesaksian umum bersaksi akan ketidakberdayaan diri dalam lingkup keterbatasan yang kita maklumi sebagai khalayak umum



Kuala Kapuas, Ogost 2006-2008


NUBUAT KECIL


Dalam kesendirian yang kemarin aku lakukan, aku kembali teringat akan sebuah masa lalu yang cukup membuatku terkekang. Aku seperti pelita yang hidup tanpa sumbu.
Semuanya hanya unsur ketidaksengajaan dan pula sedikit keberuntungan, segala apa yang kupunya hanya bayangan masa silam yang datang tanpa permisi ataupun sebuah perenungan yang ada dalam penantian sejati. Dalam keheningan yang dibuat kemarin oleh alam, maka aku kembali mengingat kubangan masa itu. Semua manusia dilahirkan atas dasar kemurnian. Namun, setidaknya apabila kita menemui kejanggalan masa itu maka kita akan kembali terpikir bahwa kejanggalan tersebut dihadirkan tidak dengan atas dasar dosa atau tragedi masa lalu melainkan hasrat yang berhenti di simpang waktu.
Aku lahir dan menyebut diriku sebagai bunga yang sempat ada di keheningan malam namun sempat mekar hanya saja ketika berbunga langsung saja sang raja malam merayuku dan melena.
Kata bunga yang ada disampingku, cita apakah kamu pernah berpikir bahwa hakikat bara adalah kenangan dan kejanggalan malam adalah kesentosaan. Sedikit demi sedikit aku melebur menantikan kehadiran dewi malam namun, apakah sebuah etos dapat dihadirkan ke atas langit, sedangkan publikasi masa telah melebur di unsur piramida kepahitan.
Aku adalah bagian dari masa lalu yang memang sempat menjalani kehidupan dengan fatamorgana dan keseriusan hari yang juga berniat merubah hakikat senja. Aku dan bara adalah kesatuan yang tidak dapat diperbedakan karena kami sama-sama membakar kidungan. Kami adalah zat yang terlahir dalam rangka menghibur dan memplipur asa di temaram kelam.
Aku pernah terkapar ketika mencoba menjamah makna kegagalan di seliput keperawananku. Aku sangat terbahak ketika menyadari katidakbedaan antara sketsa api dan gaya laut merah. Penuh hasrat. Membakar. Gelora yang kemarin juga menjemu kini telah bersemai, membumbung asa di kidung penantian. Bih, dukaku telah menjiwai semuanya.
Namun sayembara kesedihan telah membahana di kesadaranku yang lain. Aku lahir atas nama nafsu. Aku dilahirkan atas dasar kegelisahan. Begitu juga dengan kesumat yang kian hari kian merajalela. Aku adalah kesempurnaan yang tidak dapat tumbuh di cawan ilalang temaram tapi dapat menghiasi kesinambungan pereda ilusi. Selamat datang kebanggaan, asa yang kemarin sempat luput, kini mencoba mengijinkan kau mengeluar dari semua tapak primadona.
Kesempurnaanku adalah ragam maya yang menusuk ilusi. Adalah juga keterpaksaan keliru di bagian malam yang selalu saja menghantui jati diriku. Aku sempat membawa semua yang ada dalam diriku dengan beberapa hitungan yang kubuat sendiri, yakni kata-kata peringatan.
Aku adalah bagian maya yang tidak dapat dikatakan sebagai kesentosaan karena apa yang kupunya adalah kesenduan merta. Hak asasi yang dikatakan orang sebagai unsur perikehidupan tapi yang kujalani hanyalah tapakan hidup yang pada akhirnya tiada berasa.
Suatu hari, aku mendapatkan sebuah tugas. Aku harus mendekati sebatang pohon yang dibatangnya dipenuhi lumut kecoklatan dan duri-duri. Aku diamanahi untuk memeluk pohon itu karena dengan begitu aku bisa membuang semua kesialan yang kesekian ini menimpaku. Lalu kupeluklah pohon tersebut, lima bulan kemudian. Aku kembali meniduri seorang belia, entah kebinatangan apa yang merasuk ke ragam intusiku itu. Dan seminggu setelahnya dia hamil. Lalu apakah aku mesti kembali memeluk pohon yang tempo lalu kudatangi?
Entahlah. Hari ini sampai disini dulu, besok akan kulanjutkan bila azal belum menemukan diriku tentunya.


dalam keihlasan di RSUD Ulin Banjarmasin, 2008


RIAK



“aku hanya takut
pikiranku tenggelam
oleh airmataku”

larut
tercerabut
ke tepi laut

“aku hanya takut alam
mengajakku berkawan
dan berjanji bersama
untuk tidak saling terpisah”

sampai mati kita bercerai


Banjarbaru, Juli 2008


SAJAK DIRI


kesaksiankulah
penulis gagu yang sok tahu

sebelum matahari terbit di timur aku sempat bermimpi bertemu arasy
belia dan penuh hasrat
aku bilang kalau aku ingin semuanya tetap di laut
aku ingin menyaksikan cecanda gurau yang dizikiri burung lewat kicaunya
terdengar lebih syahdu daripada musik yang kau zikiri lewat gitar

sebenarnya aku merasa asing di tanah kelahiranku sendiri
aku tampak ragu berjalan di koridor waktu
dan juga
aku kelihatan bodoh menyaksikan semua temanku sebaya bisa menghitung angka-angka penambahan dan pengurangan
sedangkan aku?
hanya tertunduk

aku bisa apa
jika keletihan yang aku rasa tidak mampu aku bendung

semua berlalu begitu-begitu saja
semua yang ada sebenarnya tidak pernah ada
karena ini hanya mimpi Tuhan
Maha semau-mauNya

sedangkan kita berjalan dengan kodrat masing-masing
begitu juga aku
aku dikodratkan sebagai wanita dengan segenap cara membelenggu diri sendiri
aku seperti belatu di siang hari, mengerikan

satu pertanyaan yang kubingungkan

apa mau Tuhan?
adakah yang mampu menjabarkan mengapa darah yang mengeluar berwarna merah?
atau mengapa setiap nyeri oleh luka membuat kita menangis?
apa yang menyebabkan airmata menetes?
Maka
lengkaplah sudah segala ketidaktahuan
kuasa Tuhan yang berkehendak dalam memilih jalan

aku menjadikan diri sebagai salah satu penyelaras di setiap ambisiNya
akh…
Tuhan kembali menghunuskan rasaNya ke dalam jiwaku

aku tak mau lagi menyenandungkan irama memar
irama luka pada nada yang kunyanyikan
aku cukup nelangsa bila ku berpikir tentang hakikat luka yang kubuat
tentang sebuah rasa yang tak bisa aku leburkan ke setiap sel-sel di nadiku

lagi-lagi aku hanya bisa bungkam
aku tidak punya senjata ampuh untuk menaklukan segala rasa yang membelenggu di diriku itu
semua rasa yang tak bisa kututupi
begitu sendu
melantunkan dendang sumbang

Kutai Kertanegara, Juli 2007

Tidak ada komentar:

TERIMA KASIH APRESIASI ANDA. SEMOGA ANDA AKAN KEMBALI MENGAPRESIASI PUISI-PUISI SAYA