Jumat, 22 Agustus 2008

puisi 1

HUJAN BULAN AGUSTUS

aku harus buru-buru

ke teras belakang rumah

mengangkat semua jemuran yang terlanjur aku asingkan

untuk memamah hari yang tadi pagi nampak ceria

murung tiba-tiba

mungkin prakiraan cuaca tidak dapat lagi dipercaya

padahal angin pantai utara bertiup ke tenggara

mungkin juga kemarau sudah bosan mendengar keluhan manusia

(ketika hujan mengharap panas dan ketika kemarau mengharap hujan buatan)

atau mungkin iklim mengajak hari untuk bercanda

mungkin

hujan bulan agustus

menandai kegelisahan yang tak kuasa keluar dari himpitan dan kekakuan waktu

membasahi para pejalan kaki di emper kota

membasahi bangunan real estate

membasahi kebun nenek imah

membasahi balong ikan di pemancingan

membasahi tubuh kekasihku yang gagal memperoleh pekerjaan

membasahi panggung van der vijl kami

hujan bulan agustus

merenyuhkan kenangan masa lalu yang kami lalui di padang karamunting

setiap kemarau di bulan agustus

di tahun-tahun lalu

dan menjejerkan papuyu yang kami tangkap

ke atap rumah

mudah-mudahan besok bisa kau nikmati sayur bayam dan ikan kering

hasil usaha keras di musim kemarau

hujan bulan agustus

membasahi ingatanku

Banjarbaru, Ogost 2008

KEPADA CAPUNG DEWANGGA

pemberi nama

jumat itu adalah hari ulang tahunku

tak ada coklat dan sepatu baru

hanya beberapa batang strawberry yang diselipkan mbak heni ke saku blazerku

setelah pulang dari kebun bang indro di kalisoro petang tadi,

disaksikan sebatang lilin dengan cahaya redup

juga riuh amin dari kawan-kawan aktivis

(calon kader bangsa, sahut pak tri)

lereng tawangmangu

hari itu dipenuhi sesak

sajak-sajak

mulai dari nias, rote, banjarmasin, tanjung karang, bandung, payakumbuh, lhoksumawe, jogja, banten, hingga sentani

mengiringi batang usia

melepas remaja

jumat itu adalah hari ulang tahunku

secarik harapan dari jiwa seorang demonstran mengalir lewat lamat-lamat orasinya

dia tuliskan ke dalam puisi

terbanglah pipit kecil langit masih biru

Surakarta, Nopember 2007

SOLO BALAPAN

kepada ayahanda raditya putra

kita terpisah di stasiun ini

pemberhentian sejenak sebelum kita pastikan

melanjutkan perjalanan

aku tahu

kamu pulang ke kebumen

menemui sanak famili, astri dan adik kandungmu yang baru belajar menghitung angka

dan sehampar ladang yang telah memberimu keyakinan bahwa hidup adalah membalik tanah

serta kebun yang mengajarimu bagaimana bekerja mengolah

dan memanen umbi-umbian

dengan kesemangatan

sejenak kuberpikir di benak,

apa saja yang telah aku gali di ladang usiaku

apakah juga membalik tanah sepertimu

atau hanya terpatri

memasung diri karena tak mampu mencangkul tanah tandus penuh bebatuan

ya…

aku tidak seperti yang kau kira

karena aku dibesarkan di bantaran sungai martapura yang mengajariku berlayar ke muara-muara mengenali barito, tabunio, dan jenis ikan tawar yang dijual pamanku setiap pasar arba

stasiun hidup kita tak sama

perjalanan berikutnya pun tentu tak sepemahaman

jiwaku dengan gaya laut merah

jiwamu dengan gunung merapi

(namun sama-sama membara)

St. Solo Balapan, 2007

AGIA AN’AMTA ZULFA: ANANDA YANG BERHASIL TERBANG KE BULAN

(doa suku asli Kalimantan: dayak, kutai dan banjar) Amin!

nanda hanya dibesarkan dari keluarga biasa

tak ada kelebihan yang bisa nanda pamerkan sebelumnya

karena bunda telah jatuh cinta pada kemiskinan ayahmu dan kesederhanaannya dalam memahami dunia

: hanya sementara

bunda pernah ajarkan bahwa orang pertama yang pergi ke bulan adalah astronot neil amstrong

lalu apollo sebelas diluncurkan

membawa berita bahwa manusia bisa menembus angkasa

dan kita percaya ada banyak lagi orang-orang yang akan terbang ke bulan

: menembus keterasingan dan kebebasan

ayah tak pernah menyangka

kalau osamah bin laden mampu menggemparkan dunia melalui teror bom yang juga pernah terjadi di penghujung tahun empat puluh tiga ketika sekutu menjatuhkan bom di pelabuhan pearl hour boar

atau meledaknya senjata massal pada perang dunia kedua di korea

ayah hanya mampu menggelengkan kepalanya

: tak kuasa berkata

lalu pada abad ke dua puluh

kami membesarkan agia an’amta zulfa sebagai anak seorang serdadu perang

dengan keterbatasan yang kami punya

bunda ajarkan memintal kata-kata untuk dijadikan senjata dalam berbicara

juga beberapa cara bersikap ala banjar kemelayu-layuan

: etika dan budaya

ayah ajarkan cara-cara bertahan dari ancaman musuh yang menjajah bumi kelahiran

serta mengusir orang-orang asing yang menjual kekayaan batu bara, minyak bumi, dan kayu-kayu gelondongan ke luar negeri

ayah

bunda

tak pernah menyangka kalau nanda juga berhasil menyamai popularitas astronot neil

: terbang ke bulan

karena tak mengira nanda Agia An’amta Zulfa

mampu mengibarkan bendera BORNEO MERDEKA di ranah Kalimantan!!

Bumi Lambung Mangkurat, 2008

LAWANG SEWU

padahal aku sudah tiga kali ke kota ini

tetapi hanya kali ini kesempatan memberi peluang untuk memasuki

area beribu pintu yang di jaga binatang-binatang masa lalu

: anjing dan kuda

dulu sekali para leluhur

membangun jiwa-jiwa merdeka lewat pintu jendela yang mengarah ke utara, selatan, timur dan barat untuk dijadikan asas dalam berkehidupan

: menghirup udara bebas

disinilah para tetua

mulai menata dan meramu tujuan pada era kolonial

sebuah gerbang masuknya informasi dari segala penjuru nusantara

: tak terkecuali

bangunan yang kokoh

menandai kekuatan yang berakar dan menradisi

arti sebuah perjuangan sebagai lalu lintas komunikasi

: kala itu

aku hanya terkagum-kagum

seperti royal yang tak kalah ramainya dari malioboro

di sini ada yang tak kalah hebatnya dari jembatan barito karena mampu mencap

: semarang pesona asia

Semarang, Januari 2008

Tidak ada komentar:

TERIMA KASIH APRESIASI ANDA. SEMOGA ANDA AKAN KEMBALI MENGAPRESIASI PUISI-PUISI SAYA