Minggu, 02 Oktober 2011

PUISI 12


MENIKAHI MALAM
: Hands Ranjiwa



seorang paroki membaptismu sebagai pemazmur rupa
            semangkuk hujan telah dipersiapkannya
            kau simpan dalam album jalanan yang kau rajut di sepanjang musim
lalu dijadikan garda melamar kekasihmu

hands,
kau merambang malam sebagai galas tuhan
yang maha pedih

airmata anakmu hanya sebaris kebekuan yang kau rasa bila dingin menerjabmu
tetapi kau tetap bertahan
membina hubungan dengan malam 
            lalu menyetubuhinya

hands,
di jantung kota ini kita berkenalan dalam selembar kanvas
kau pagut malam dengan lukisan muram

aku masih melihat wajahmu menekan kemerdekaan
dibalik ruang yang kau pasung
sebagai ranum kepura-puraan          

menikahi malam telah membuatmu haus
            : kembaramu mengaduh
kau memakunya dalam segandeng rana

hands,
percuma kau menuba jiwa belantara,
            memetik bintang di kantung mata pernikahanmu 
kau tetap berhati gersang!


Teras Puitika, 16 Januari 2011



TRIWIKRAMA CINTA



lelaki kusut itu telah menjadi sarjana cinta
            di sajak-sajak tuanya dalam perban kesetiaan
merembang bujana meniti keingsunan 

cinta yang fasik

dongeng petang di serambi hatimu
merubah batin menjadi nubuat sangsai
tak lunas menghalau rindu yang terselip disaku rompinya

lantaran jodoh hanya separagraf kalimat
kau lasah hari-hari dengan keringat perempuan
angin menukil proposal cinta tanpa gelagat berkesudahan

lelaki kusut itu masuki balai agung
pendeta umumkan gelar barunya
: fetus dilanglang alamat kasih

mazbah gereja disesaki pelawat-pelawat kata
karantina penghabisan lalu-landang di hadapanmu
seorang pastur berkata:
            di jari manismu ada rindu*


Teras Puitika, 17 Januari 2011  

Selasa, 15 Februari 2011

Puisi 11

CENAYANG MALAM
: Agiandara An’amta Kalimantana



sebelum azan subuh jumat memanggil
ia dijemput malaikat untuk khatamkan
mimpinya
tak ada dongeng pengantar tidur
salam pisah panjang hanya dirasakan boneka-bonekanya yang berwajah dingin

perempuan kecilku,
langkahmu hanya sebaris ketegaran
tanpa kecupan

dan aku kau jadikan ibu yang bermata sepi!






Tanderante, Desember 2010




SUAKA LANGIT
: Agiandara An’amta Kalimantana




ayahmu hanya mampu tertunduk mengulum hujan
air mukanya sebatas karang tak berparas
hatinya dikemas menjadi tabela hitam
pemakaman dihadiri batinnya yang mengabu

pulanglah nak!

zikir para lelangit akan menyambutmu
penjaga yang abadi akan memandikan dengan airmata
ibu yang kau tinggalkan pergi
tiba-tiba tanpa salam

pulanglah nak!

biarlah kamarmu menjadi malam dan lembab sepanjang hari
dan dinding-dindingnya dilumuri sangsi

pulanglah nak!





Teluk Timur, Desember 2010
TERIMA KASIH APRESIASI ANDA. SEMOGA ANDA AKAN KEMBALI MENGAPRESIASI PUISI-PUISI SAYA