SAMBANG EL MEMBRANO
untuk di kenang
nenda mengejar kayuh sepeda di antara semaksemak musim
sekadar membayar janji yang terselip di kantong bajunya
tidak mungkin dilunasinya kepada yang lain
cukup membran sel
belukar di ladang kepalamu dik
telah menjadi batangbatang kering
tak sempat menjadi belantara
atau memang ajam di perigi sambil mengutuk diri
gagal bercumbu
kesadaran alpa
kopah menyeruak nadir
kuartal sepi telah dilalui dengan kecengengan yang sama
menampik laru jejaka yang menyimpan tuaktuak dahaga
tak mungkin pergi ke laut lepas kalau dik hanya merenda masa
bersidekap dengan bakulbakul waktu untuk menyempurnakan usia
adakah kau dengar keciprak
langkah bujana
mengejar adinda
jiwa kerontang tak berarti gagal memanen petang
sebab hidup adalah kepastian yang diburu limbang
bukan malam bukan siang nenda percaya pada gemintang
bila waktunya tiba hanya riuh yang menyisakan gerantang
tabir kembang
dikejar pelawang
takdir tuhan yang rompang
Teras Puitika, Ogost 2008
ISTIRAH SEPASANG MALAIKAT
: sisie dan kurakura
akan ada masanya kita dipimpin sepasang malaikat
membangun benteng hakikat
terbuat dari pualam raga
nusuk ke rahim bunda yang lupa berjaga
tak ada isyarat hanya berlalu sesaat
mulai dengan memancangkan semat
ke padang karamunting menuju hujurat
jengahjengah rumpun yang mulai kehilangan istiadat
terjerat
sebab memanggul janji yang harus terkhatamkan
metaphor jejak tak berjarak
istirah tua dan muda
hanya soal usia
Teras Puitika, September 2008
LANDMARK SUATU HARI
dari dago
aku mulai menapak tilas langkah mentari
cerah malu-malu
sedang tanda remaja belum aku temui hari ini
di wajahmu
sudah dua kali natal
kau menetap di pinggiran cisitu lama
namun ingatanku tak pernah karam
meski pelayaran hidup berbeda haluan
aku berjanji untuk menghadap barat agar lembayung senja dapat aku saksikan di beranda sepi
kau setia menunggu dewi kelam dengan teratak masa lalunya
kala ini kau gandeng tangan kananku
sedang tangan kiriku kau biarkan lepas di hela angin
di landmark
perasaanku lebur bersama bilur kelam
aku tak dapat menjawab tentang bukti itu
setahun lalu jemariku cedera
dan biola pemberianmu sudah aku hancurkan
kutenggelamkan ke muara batu
kau takkan puas
bila siang ini kita hanya membaca satu cerpen raudal tanjung banua
kau tak berubah
tualang
coba kau lihat kedua telapak tanganmu
saatnya membaca hari dengan kemudi waktu
bukannya mengumpat dan persalahkan aku
Bandung 2006
CIHAMPELAS WALK
The birth of I La Galigo
papakerma seorang begawan bhisma yang terkenal
kalau tak di gunung agung
mungkin palasari bisa menjamu keinginanmu itu
kita nikmati dulu kopi tubruk
layaknya di malioboro namun disini walikota yang baru
melarang menjual nasi kucing
sambil aku mendongeng I La Galigo buatmu
takdir Batara Guru yang baru turun dari Bottilangi, kerajaan langit
namun tiba-tiba saja muncullah
Rukelleng Mpoba, Ruma Makompong dari arah selatan
kau terperanjat
bukan Nyik Roro Kidul, Fra!
baju, sepatu, jeans, topi, tas, dan beltmu tak berwarna hijau
lihat tulisan gedung itu
tak ada bayang-bayang di utarakan?
bukannya matahari belum lingsir ke barat
percayalah di kota metropolitan ini
hanya kau temui cahaya-cahaya saja
seperti Peresola
kau terperanjat lagi
bukan We Nyilik Timo , Fra!
lepaskan dulu jaket kejawenmu itu
sebab Prabu Siliwangi kini melindungimu dengan cahaya-cahaya lepas
mengudara
di pinggiran situs cihampelas walk
Bandung 2006
MONAS DARI KEJAUHAN ST. GAMBIR
kau disembunyikan kemacetan ibukota pagi ini
sebuah penantian akan usai
bila berpeluk dengan jodohnya
sebagai bukti peradaban manusia di jalannya
empat puluh tahun yang lalu
kakekku pernah juga berpijak tepat di bawah sinar matahari
merebut kembali jati diri negara dari nasakom
nenekmu hanya menunggu sambil mendadar telur mata sapi kesukaannya
hingga ia dapati jaket lusuh dan jejak yang takkan pernah kembali
aku tak berhasil mencari-cari berkas dirinya di monumen itu
aku menemuimu dikebuntuan jalan yang tak pernah bersilang
andainya saja kau datang dari toll cikampek
mungkin kau bisa melihat kegagahan saksi sejarah sebagai lambang
perjuangan yang kadang kau sangsikan
bukan sekadar dagelan setiap bulan di taman ismail marzuki oleh teater koma
selebihnya hanya kritik di kelaluan waktu
tak tuntas dibahas
sudahi sajalah pengertian peta lalu lintas di pikiranmu
tak ada kesamaan antara peron dan knalpot kendaraan
meski sama-sama berbakti pada empunya
buat apa mempertahankan diri kalau kau tak tahu untuk apa menjemurkan badan di pagi hari
seorang tentara menghampiri masinis
untuk segera memberangkatkan kereta ke parahiyangan
ada janji yang tidak bisa dikhianati sebagai penyelamat bangsa
suatu ketika kau dan aku
ditemukan di jalan lengang untuk saling menatap
saksi masa lalu
bermukim di bangunan kosong itu
: awal kejayaan yang berakar hingga lusa
tujuh belas agustus
Jakarta, Desember 2006
1 komentar:
puisi-puisinya jelek, ya?
Posting Komentar