PUISI-PUISI
Minggu, 02 Oktober 2011
PUISI 12
Selasa, 15 Februari 2011
Puisi 11
: Agiandara An’amta Kalimantana
sebelum azan subuh jumat memanggil
ia dijemput malaikat untuk khatamkan
mimpinya
tak ada dongeng pengantar tidur
salam pisah panjang hanya dirasakan boneka-bonekanya yang berwajah dingin
perempuan kecilku,
langkahmu hanya sebaris ketegaran
tanpa kecupan
dan aku kau jadikan ibu yang bermata sepi!
Tanderante, Desember 2010
SUAKA LANGIT
: Agiandara An’amta Kalimantana
ayahmu hanya mampu tertunduk mengulum hujan
air mukanya sebatas karang tak berparas
hatinya dikemas menjadi tabela hitam
pemakaman dihadiri batinnya yang mengabu
pulanglah nak!
zikir para lelangit akan menyambutmu
penjaga yang abadi akan memandikan dengan airmata
ibu yang kau tinggalkan pergi
tiba-tiba tanpa salam
pulanglah nak!
biarlah kamarmu menjadi malam dan lembab sepanjang hari
dan dinding-dindingnya dilumuri sangsi
pulanglah nak!
Teluk Timur, Desember 2010
Jumat, 03 Desember 2010
Puisi 10
23-11-2009
: epilog mwa
meski dian hanya tertunduk namun
aku tahu diam-diam ia rindukan masa-masa di Serang dulu
wan anwar mengulum hujan dan kita dipeluk dingin
angin menyentuh keningnya pelan
meski dias murung memagut sepi namun
aku paham diam-diam ia pikirkan baladanya sendiri
wan anwar khatamkan ceritanya dan kita membacanya
pipinya basah
meski giffarie tersenyum setelah mengirimkan seserpih bunga namun
aku sadar ia coba keluar dari ruang yang dipenuhi cahaya matanya
wan anwar menggenapi salam dan kita sampaikan pada alam
dia pernah ada
Serang-Banjarbaru-Palu, 2008-2010
DERO PAMONA
anak-anak menyambut panen lewat pesta warna-warna
di belakang mereka lingkaran melebar memanggil hujan
anak-anak meretak
hari itu Behoa dan Pamona menelusuri jalannya
rampak kepuasan bertali kasih dalam jamuan zending
membalur lewat dayuan lalove
seorang ibu muda berbisik di telinga pemuda;
leluhur kita memberkati malam suci
dari jauh kakula dan mbasi-mbasi
menghingar
turut serta dalam upacara hari
tak sesiapapun murung
meski lupa bercocok tanam ala Pamona yang khauf
yang diingatnya hanya derap dan kekompakan modero
mereka menari di atas batu
karambangan terus bertalu
hingga gelang-gelang bambu di kaki perempuannya terlepas
menghadap malam
Lembah Palu, Juli 2010
LENGKATUWO*
adakah Bada dirundung duka?
hari itu hari kelahiran cahaya
sepasang suami isteri menyembah purnama
mereka mengulum hujan entah yang ke berapa
demi lembah Behoa dan takdir cinta
layar penisi dari Baebonta menggenapi salam di Luwu utara
dikhatamkannya di pelabuhan saga
di dataran Lore upeti-upeti diberangkatkan untuk paduka
mempersunting puteri baya
: melanglang celaka
sajak-sajak mengelana
Lengkatuwo sang tadulako menebar purna
meski tak tahu mengaji ia satukan Doda
tak ada pulut dan kelapa muda
hanya diingatnya Waebonta yang durja
juga kekasih di situs kirana
pemuda-pemuda pergi membawa syakwasangka
: ada kepala panglima di dalam belanga
udara mengubah Behoa menjadi kawah ksatria
antara perbukitan kopi, cengkih, dan ladang pala
mereka dipersuntingkan rupa
nasalora rajadiraja
tetapi luka sudah sekepala
tadulako pulang untuk membaca ceritanya
lesung batu dan alu jadi pemisah nyawa
menuba kesetiaan kekasih lama
: mati ditangan wanita
Kabonena, Juli 2010
* Pahlawan yang pernah ada di lembah Behoa ditandai dengan adanya patung megalit bernama Tadulako di desa Doda.
( terinspirasi dari buku Menggugat Kebudayaan Tadulako karya Jamrin Abubakar)
PASPOR PERTUNANGAN NYONYA ARLIKA
akan ada gaun pengantin berwujud lumut di perigimu selain kumpulan huruf-huruf kelabu yang berdiri tegak menyangga hajatan yang terpaksa kau sematkan untuk menjamu hari-hari penuh arca dan tragedi.
nyonya arlika,
anakmu diam-diam mengajak pergi menjumpai ayah kandungnya yang dahulu pernah kau tanggalkan. kau selipkan diantara usia-usia yang kian memanggilmu lalu kau taruh ditumpukan kitab yang kini tak tahu entah kemana.
maka kau kutuk tuhan karena kemalanganmu itu membuat anak-anakmu bermata sunyi. di kamarmu juga tak ada jendela yang bisa mendengarkan nafasmu menekan. kini tiang panggung peristirahatan kalian berubah menjadi api yang sengaja disulut untuk membuatmu lari.
di lembaran takdirmu yang kesekian kau umpat teman-temanmu karena telah menyesatkan ke gubuk malang yang tidak pernah disinggahi hujan. dan siangnya mereka berkelindan untuk menggiringmu ke telaga kecil menyumpal kegelisahan harimu yang kau sendiri tak tahu untuk siapa.
kau bunda baya yang tidak mengenal malam, nyonya arlika. hari-hari kau jadikan sayembara untuk menghardik kegagalanmu bertemu gerhana sebab kecengenganmu yang sama membuatnya lelah berkeliaran mengejar bintang sedang kau tetap berhati sepi.
kegetiranmu tiba di hari ke-dua puluh delapan tetapi kau pura-pura mereguk empedu di gelas yang juga pernah disentuh bibirku. dan aku pura-pura lupa akan janjimu untuk tidak melepas cincin yang kini membiru di jari telunjukmu. kau malah menelentangkan kedua tanganmu menghadap kiblat dan memintaku untuk menghukummu karena menjual ladang kepada mantan kekasihmu.
pelan kau tenggelamkan hasratmu untuk dipingit dalam rumah sangkar. bahkan ketika ditanya kau menengadah ke atas dan sesekali mengerlih lalu mengangguk. pada akhirnya kau hanya menuba kepahitan. sekali lagi.
Lembah Palu, 2010
TO KAILI
dalam setahun hanya lima kali berjumpa pelangi
selebihnya kami bercinta dengan gaya laut merah
mereka dilahirkan bermarga lamafa
sebagai orang lembah pertama tsunami
tetapi kakek buyutku telah menukar sejarahku
dengan sejarah kemegahan istana dan isinya
dalam sehari hanya sekali aku berjumpa
selebihnya aku diragi menjadi manusia lalai
aku bertemu orang gunung menuruni lembah
dan pergi ke teluk untuk bersumpah
mereka juangkan sisa-sisa laut
untuk memintal hari yang serba berlubang
anak tertuanya pergi ke samudera
berjanji mendendam kasih cucu-buyut
ada kelenjar lelah yang ditepis istrinya
sebab hari-hari berlalu untuk memikul pisang-pisang di jalan-jalan
tak bernama
sesekali mengeluh dan menghela nasib
sementara bukit-bukit berubah gersang
tergadai untuk sejarah
airmata anak-anak lembah tidak lagi gelisah
Teluk Palu, 2010
TO LARE BERSAKSI
kaulah lambang cinta sejati
menggamit kisah pusentasi di halaman hati
: sudahi saja hidup mereka bila setiap ujung jalan kerjanya meludahi
jarang berziarah ke Sigi
aku bekali anak-anakmu dengan belati
sehampar ladang kopra siap saji
tetapi bapakmu tidak juga belajar menggali
malah berjudi
aku titipkan sehimpun kaili untuk dibagi-bagi
meski anakmu tak tidur kala itu
aku lihat seikat jati kau sulap eboni
kemana kau sembunyikan pagi?
bila setiap hari kau buru anoa, maleo, dan kasuari
begitu langkah yang terpatri,
mengingkari janji lalu menjual budi
to Lare menjadi dan bersaksi!
Kabonena, Agustus 2010
YOM RIAU
: IX
katakan matahari belum lingsir ke barat!
disatukanlah papakerma hulu sungai melayu saat usia tujuh tahun setengah ketika lembayung singgah dipertuan muda kerajaan tua rebah mempersunting takdir. belajar mengenal regalia aksara
: ditanam di kubah-kubah seluas dua kilometer.
mereka menjamu hari lewat dendam gumam gurindam
petitih mala yang berlabuh di riam penyengat
pulau kecik bermarga raja diraja.
katakan matahari belum lingsir ke barat!
opu daeng cella mengkhatamkan riwayat situs-situs kelana menuju dataran siak lalu digugusnya menjadi batu-batu dengan aroma telur dan setangkai melur. maka lahirlah seorang tengku manda dengan peradaban proto saka.
: adat memamahnya menjadi skema-skema kejayaan sebelum rakyatnya memanen kenduri di hari ahad.
katakan matahari belum lingsir ke barat!
hari ini,
aku berubah menjadi pelayat langitmu yang kuning
menyaksikan anak-anak perahumu membaca hidupnya
lewat gaya lamafa
Batam, November 2010
PUJANGGA MEGALIT
: Raja Ali Haji
akhirnya ia menambal ingatan yang pernah karam
di dermaga bintan–tanjungpinang
tetapi malam semakin gelap
hingga aku tak melihat sorbanmu
ayahku pernah berkata
bila kelak menjumpaimu di sini
aku harus menggenapi salam
: hingga anak-anak awan membentuk tangga
yang bisa kujadikan jalan untuk menemumu
anak-anak memanggilmu bapak kata-kata
pemetitih mantra penolak bala
hanya saja kami lupa kalau engkau bagian dari kuantum batu ampar
selayang rupa di kidung-kidung kirana
sederet pulau-pulau cempaka
Kepulauan Riau, November 2010
LA QUARTAL
: Tanjungpinang
engku putri hamidah disambar pengar ketika
belajar bersolek
dua ribu lima ratus penduduknya
malam itu belum mengenal dempul dan brandmark singapura
: bunga angsoka gugur dipelupuk matanya
barisan bukit menghampar di selatan perkampungan melayu–arab
dari pesisir mengkasar merapat ke tanjungnya
gigir laut menepati janjinya untuk negeri gurindam
engku putri hamidah belajar menyulam di atas sampan
bianglala yang jatuh di beranda pendoponya diragi menjadi
: ruparupa kekalungan
oleh-oleh buat masa depan
di waktu subuh anak-anak mengalir ke air
bakau-bakau menghidrasi pulau-pulau untuk tetap dikremasi
cerita nagari yang membangun masjid tanah liat untuk pertapaan
: akan kembali ke air
pada masanya engku naik bukit dan turun di sebuah keraton tua milik saudagar penderma kibutz-kibutz kafilah. engku belajar nama-nama hari, nama-nama jalan, nama-nama semua hingga engku duduk di atas tungku.
: kun jadilah menara lingga
Sidera, November 2010
TEMBANG TOLARE
: Hidayat Lembang
Nyanyian itu hanya sampai di teras-teras rumah orang-orang Biromaru yang gemar berdadu, nyanyian anak-anak lembah yang ditiupkan angin sebelum kamis memanggilnya sebagai lelaki alpa yang terkadang hanya tahu bagaimana meniup lalove sedang lupa mewarnai bilur-bilur nadinya dengan dedaunan. Nyanyian itu pernah kudengar di Sigi saat nelayan dari Pantai Barat menangkap napoleon dan cakalang untuk menggali teluk yang tak pernah lumus dalam prakiraan manusia sampai di bibir pantai dan malamnya hanya mampu menterjemahkan lelah selebihnya nyanyian itu ditelantarkan telingaku. Marilah ‘nak kita menyanyi di Loru jangan kau dengar orang kampung mengusik iramanya karena peta batin sudah tidak bersahabat lagi dengan dendang-dendang kakula, sudah jarang didengar tabuhannya menyuarakan hatinya kepada kita. Ia isyaratkan senandung dalam solmisasi hidup yang sangat sumbang sebab hanya dengan melarungi secawan dupa bertuhankan ritus balia-balialah ia mengenal gugusan kelenjar air mata yang setiap hari harus diminumnya. Nyanyian itu berakhir seminggu yang lalu saat lelaki tolare itu ingin memanen akustik ciptaannya lewat roh-roh lembah yang selama ini sempat menjaganya tetapi ia lupa ada tembang lain yang kapan saja bisa datang menculik roh-roh itu!
Kabonena, November 2010