Senin, 29 Desember 2008

puisi 7

BEBEGIG: OLEH-OLEH CARITA


kita tidak dipisahkan kasta
sebab sama-sama berasal dari air yang hina
dan tanah tidak menyaksikan kesumatmu yang meluap
: berontak dari masa yang serba terbatas

sebab,
ada kala penguasa enggan berbagi barang sepercik berkah
demi senyum simpul
keadaan yang terlanjur disalahartikan oleh jarak dan kedudukan
lihatlah anak-anak di trotoar dan emper jembatan
bukankah keringat yang dikucurkannya lewat tembang
jauh lebih bermakna ketimbang sewa motel satu jam?

sebab,
(kekuasaan adalah mutlak dalam bersosial)
tak ada lanskap untuk menguraikan jarak
semuanya hanya perbedaan ukuran
begitu juga dengan pangkat yang menempel merah di depan rumahmu
atau warna-warna rambut keponakanmu
ala pelangi?

sebab,
tatanan hidup adalah kembara yang hanya diilustrasikan
atas nama rakyat
sedang penjabarannya tidak lebih seputar hak-hak demi peruntungan golongan
upeti-upeti demi persemakmuran tujuh turunan

manusia-manusia buatan hadir sebagai oleh-oleh jiwa untuk mengenang jasa orang-orangan di sudut negeri. hanya topi kering yang dimahkotakan ke kepalanya. sedangkan derak-derak kehidupan tak sempat diisyaratkannya selama mengenal cenaku yang hanyut di tiup angin. tak ada lencana yang menempel di saku bajumu, hanya noda yang terlambat dibersihkan oleh ibumu.



Cilegon, Desember 2008








MATRA KOMPLEKSITAS
: Faisal Komandobat, Fahmi Faqih, Gola Gong, Wawan Husin, Sulaiman Djaya


I
berbicara tentang balada
mari sebentar kita petakan umpama yang membelenggu kita
: amboi, alangkah tololnya patung ini karena setiap diajak bicara tak pernah menggubris sandiwara
atau bogalakon si anak matahari yang ceritanya pernah keliling asia
jangan lupa juga,
kita wicarakan si albert camus yang mengawinkan la guitarra poema ke dalam simbol perlawanan yang pernah kalah di bulan desember

ah, si anak hysteria juga tak mau kehilangan kesempatan
maka dengan monk moze dengan lantang ia bertanya besok gede mau jadi apa?
hanya nasi sumsum yang disumpal ke mulutnya untuk mengerti tentang ode kampung
lalu kang halim mengajarinya meramu hidup dengan perjalanan

II
berbicara tentang balada
tak luput dari rendra seperti pelatuk-pelatuk yang memamah kenari di sore hari di perkampungan rumah dunia dan seputaran ciloang
namun jika diumpamakan dengan perjuangan kawan-kawan anti kemapaman
kita semua pasti tak sepakat dengan jumlah bintang-bintang, bukan?

ah, angin selatan dari puncak menara masjid agung Banten lama
mengilhami tentang beragam pemikiran yang lahir dalam bahasa absurd
lalu diragi ke dalam pentas kompi banten
hanya saja bang thompson terlambat mengenalmu, dian

tak lama cecanda tentang makanan diumpamakan daging
tetapi tetap saja perut dias tak bisa menahan kekonyolan wan anwar dalam memaknai arti balada yang sesungguhnya
sayangnya, panglima tak bisa menemani kami dalam mempersoalkan ini
dalam pemikiranku ia pasti senang dihadiahi kekalungan dari ashmansyah pagi tadi
: senyumnya membuatku beku

III
kami masih setia membicarakan balada
kali ini sedikit disinggung balada si roy yang pernah kugilai ketika masih sekolah dasar
aku sedikit berkhayal tentang pion masa di simpang waktu
:bau kencur

tiba-tiba bunyi sms memecahnya keseriusanku mengenal tebe’em
dari Jakarta prakoso bhairawa sudah melambaikan tangannya ke arah kami
sambutan hangat ala kekampungan membuat kami akrab dalam detik
tak itu saja, jagal kalakay jasinga si pemburu nisan-nisan purbakala juga ikut perbincangan kami masih seputar balada yang belum tuntas kami pahami secara harfiah

ketika setiap sel di kepala kami sudah tidak bisa lagi menampung
keberagaman retorika balada
mas hartono malah membuat fakta baru tentang kesultanan di ranah Kalimantan yang belum pernah kudengar
mungkinkah aku tidak tahu tentang sukuku bercocok tanam?

ah, dalam memaknai dan mendalami sejarah balada perlu juga kita mendengar kisah sehari-hari rumah detak dari pinggiran timur Indonesia yang jauh dari informatika
jalaindra dan intuisi masa depan yang digaungkan lewat komunitas literasi
:pemberantas kualitas baca


IV
mas fahruddin akhirnya bosan membicarakan balada
: tanpa penyelesaian
dia dan rombongan balik ke Bandung dan Surabaya untuk mencari pencerahan tentang baladanya sendiri

kami berempat ditinggalkan sepi
ketika paham balada tak sanggup kami anekdotkan dalam peribahasa jiwa
tetapi tetap kami paksakan lewat pantun berkait berpauh kata-kata
aku lelah menua dengan pemikiran yang tak keluar dari batas ini jelas sahabatku dari golongan kafir

ah, kegelisahan akhirnya terobati ketika si sulung pulang dari lawatannya
melewati balada hidupnya ke kampung rambutan menuju cihampelas walk
hanya keresahan yang ditanggalkannya antara Soekarno-Hatta dan Serang
diam-diam kami lepaskan di kerangkeng waktu

di sini sudah tak ada lagi orang
: harus kembali ke teras puitika memamang terakata ke malam-malam sepi
atau ke swara idaman melanjutkan misteri sketsa borneo yang tak bisa dipecahkan
dengan arif

jalan-jalan akhir lengang
:memberikan ruang untuk mengenang kejujuran dan keseriusan dari balada sensungguhnya dan sejumlah episodenya dalam mengkhatamkan kisah
larut terbawa arus


Tangerang-Banjarmasin Desember 2008
TERIMA KASIH APRESIASI ANDA. SEMOGA ANDA AKAN KEMBALI MENGAPRESIASI PUISI-PUISI SAYA